Berkabar.co – Sulawesi Tenggara.Tanda tangan Ketua Komisi III DPRD Sultra Hj. Suleha Sanusi tercetak rapi di pojok bawah surat keluar DPRD Sulawesi Tenggara. Namun, alih-alih menambah sahih, paraf itu justru memantik tanya: mengapa bisa lahir dokumen resmi yang tak sesuai aturan sekretariat dewan.
Tanda tangan Suleha Sanusi jadi buah bibir di gedung parlemen Sulawesi Tenggara. Kali ini bukan soal kebijakan strategis, melainkan jejak tinta basahnya di sebuah surat keluar Sekretariat DPRD yang belakangan dinilai janggal. Dokumen itu memicu tanda tanya, bukan saja karena tak sesuai aturan internal, tapi juga lantaran ditandatangani pejabat yang disebut-sebut tak berwenang.
Sepucuk surat yang dikeluarkan Sekretariat dinilai tak sesuai aturan tata naskah dinas DPRD. Surat itu ditujukan kepada PT Tambang Matarampe Sejahtera (TMS), tertanggal 15 Agustus 2025. Di bagian kop surat tercantum Badan Kehormatan DPRD Sulawesi Tenggara. Namun yang membubuhkan tanda tangan justru Ketua Komisi III DPRD Sultra, Hj. Suleha Sanusi, S.Pd., M.Si. Anehnya lagi, stempel yang digunakan adalah stempel Ketua DPRD Sultra.
Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala, mengaku terkejut. Ia menegaskan, jika benar surat itu dikeluarkan oleh sekretariat DPRD, maka jelas telah terjadi pelanggaran administrasi.
“Aturannya setiap surat keluar harus ditandatangani pimpinan DPRD, bukan Ketua Komisi. Saya juga kaget begitu tahu ada surat ini. Kalau terbukti, ini pelanggaran,” kata La Ode kepada Awak media Selasa, 9 September 2025.
Politikus NasDem itu berencana memanggil Sekretaris DPRD Sultra, La Ode Butolo, untuk mengurai duduk perkara. “Besok, saya akan cek kebenarannya. Mulai dari nomor surat hingga tata cara keluar ,Isi surat itu sendiri tak kalah janggal.
Dengan nomor B1529/100/My/pors, surat berjudul Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Rangka Partisipasi Pembangunan Daerah itu meminta PT TMS menghormati masyarakat adat pemilik lahan, menghindari aktivitas penggusuran tanpa koordinasi, dan memberi prioritas kepada kontraktor lokal. Di bagian akhir surat bahkan mengutip pengarahan Presiden Prabowo Subianto soal pentingnya menghormati adat istiadat.
Problemnya, Komisi III DPRD Sultra memang membidangi pertambangan, tetapi isi surat lebih menyerupai agenda pemberdayaan masyarakat adat yang bukan ranah komisi. Kian menimbulkan dugaan ada maksud terselubung di balik penerbitan surat tersebut.
Tanda tangan Suleha Sanusi juga mengundang tanda tanya besar. Mengapa ia berani membubuhkan tanda tangan atas nama DPRD, lengkap dengan stempel Ketua DPRD? Tariala menyebut tindakan itu bisa mencederai marwah lembaga.
“DPRD harus dijaga kehormatannya. Jangan sampai surat semacam ini dipakai untuk kepentingan yang tidak benar,” pungkas Laode Tadiala.
Sementara itu, Sekwan DPRD Sultra dan Ketua Komisi III Hj. Suleha Sanusi belum merespon ketika dimintai tanggapan.
Kini, publik menunggu langkah tegas pimpinan DPRD. Apakah surat ini hanya salah prosedur, atau ada kepentingan politik dan ekonomi yang sengaja ditutupi? (**).
Laporan : Redaksi