Berkabar.co – Jakarta. Meski pemerintah mengklaim telah menggelontorkan subsidi besar untuk gas elpiji 3 kilogram, fakta di lapangan justru memunculkan pertanyaan besar. Harga yang seharusnya hanya Rp 12.750/tabung setelah subsidi, masih jauh dari kenyataan yang dirasakan masyarakat. Di sejumlah daerah, warga harus merogoh kocek Rp 18 ribu hingga Rp 22 ribu per tabung. Lantas, siapa yang bermain di balik ini semua?
Janji Pemerintah: Murah di Atas Kertas
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam rapat kerja bersama DPR memaparkan bahwa harga keekonomian elpiji 3 kg tanpa subsidi mencapai Rp 42.750/tabung.
Dengan subsidi sekitar 70% dari APBN, harga yang diterima masyarakat seharusnya turun drastis menjadi Rp 12.750.
“Subsidi energi, termasuk LPG 3 kilogram, bertujuan menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan. Negara menanggung beban besar agar harga di masyarakat tetap murah,” ujar Purbaya.
Namun, janji di atas kertas itu tampaknya hanya sebatas angka. Kenyataannya, rakyat kecil justru tak pernah benar-benar merasakan harga murah yang dijanjikan.
Fakta di Lapangan: Harga Melonjak di Tangan Rakyat
Tim investigasi media mencoba menelusuri rantai distribusi LPG 3 kg di lapangan. Di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, warga mengaku sulit menemukan harga Rp 12.750.
“Di pangkalan saja sudah Rp 28 ribu, apalagi kalau beli di warung, bisa Rp 35 ribu sampai Rp 50 ribu. Kalau ada acara mendadak, terpaksa beli meskipun mahal,” kata Jumiana (32), seorang ibu rumah tangga dari Desa Punggomosi.
Situasi serupa juga terjadi di Kelurahan Asera. Seorang pengecer mengaku mendapat pasokan dari pangkalan dengan harga lebih tinggi dari yang ditetapkan.
“Kalau kami jual Sesuai harga yang di tetapkan pemerintah jelas rugi. Modal masuk saja sudah lebih. Jadi terpaksa naikin harga,” ungkap seorang pengecer yang enggan disebut namanya.
Jejak Permainan: Dari Pangkalan hingga Pejabat Lokal?
Dari hasil penelusuran, terdapat beberapa celah permainan yang bisa menjelaskan mengapa harga subsidi tidak sampai ke tangan rakyat:
1. Pangkalan dan Agen
Pangkalan resmi kerap menjual di atas harga eceran tertinggi (HET). Ada yang berdalih ongkos angkut dan ada pula yang terang-terangan menyebut “jatah setoran” ke oknum tertentu.
2. Pengecer Karena suplai dari pangkalan sudah tinggi, pengecer menambahkan margin lagi. Akibatnya, harga di tingkat konsumen makin jauh dari angka subsidi.
3. Distribusi & Logistik
Di daerah terpencil, ongkos transportasi dijadikan alasan untuk menaikkan harga. Namun, investigasi menemukan bahkan di kota besar harga tetap melambung, menandakan ada faktor lain selain logistik.
4. Pengawasan Lemah
Aparat daerah seharusnya mengawasi harga pangkalan. Tetapi ada dugaan sebagian pejabat tutup mata karena ikut menikmati “jatah.”
Bentrokan Data: Kemenkeu vs ESDM
Kebingungan semakin bertambah ketika Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menuding Purbaya “salah baca data” mengenai subsidi LPG 3 kg.
Perbedaan data ini mengindikasikan ada tumpang tindih informasi antar lembaga negara. Di balik tumpang tindih itu, terbuka peluang bagi mafia distribusi untuk bermain.
“Selama pemerintah sendiri belum satu suara soal data dan harga, jangan harap permainan ini bisa diberantas,” ujar pengamat energi, Faisal Hadi, kepada wartawan.
Suara Masyarakat: Subsidi Tidak Tepat Sasaran
Warga yang mestinya menerima subsidi justru merasa dibebani. Sementara itu, ada dugaan LPG subsidi ikut dinikmati pihak yang tidak berhak. “Yang beli di kios kadang bukan cuma ibu rumah tangga, tapi juga warung makan besar. Harusnya pemerintah tegas, kalau subsidi ya hanya untuk rakyat kecil, bukan pengusaha,” kata Ilham (29), warga Banggarema Konawe Utara.
Kesimpulan Investigasi
Meski negara menggelontorkan triliunan rupiah untuk subsidi LPG 3 kg, fakta lapangan menunjukkan harga subsidi tak pernah benar-benar sampai ke tangan rakyat kecil.
Permainan harga diduga terjadi di sepanjang rantai distribusi: dari agen, pangkalan, pengecer, hingga lemahnya pengawasan aparat lokal.
Selama pemerintah belum membenahi data penerima subsidi, memperkuat pengawasan harga di lapangan, serta menindak tegas oknum agen dan pejabat nakal, subsidi LPG 3 kg hanya akan menjadi angka indah di atas kertas sementara rakyat kecil tetap menjerit karena harga mahal.
Laporan : Redaksi





