Berkabar.co – Jakarta. Gerakan Solidaritas Mahasiswa Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali melancarkan kritik keras terhadap operasional PT Aneka Tambang Tbk (Antam), khususnya di Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Konawe Utara. Mahasiswa menilai sejumlah kebijakan perusahaan BUMN tersebut gagal mencerminkan tata kelola pertambangan yang adil dan partisipatif bagi masyarakat lokal.
Koordinator Gerakan Solidaritas Mahasiswa Sultra, Rendy Salim, dengan tegas menyatakan bahwa sebagai entitas strategis negara yang mengelola sumber daya alam, PT Antam memiliki kewajiban konstitusional untuk memberikan manfaat signifikan bagi rakyat, terutama komunitas yang hidup di sekitar area pertambangan.
“Kami mencermati adanya ketimpangan sosial-ekonomi yang serius. Pelaku usaha lokal kurang terakomodasi, UMKM jasa pertambangan kesulitan berkembang, dan porsi tenaga kerja daerah tidak memperoleh bagian yang layak. Kondisi ini jelas bertentangan dengan mandat konstitusi dan asas keadilan sosial,” ujar Rendy dalam keterangan pers resminya, Selasa (2/12/2025).
Salah satu sorotan utama mahasiswa adalah dugaan praktik yang dinilai kurang transparan oleh manajemen daerah. Rendy menyoroti kebijakan General Manager PT Antam UBPN Konawe Utara yang disinyalir melakukan penambangan langsung di Izin Usaha Pertambangan (IUP) Antam Blok Mandiodo tanpa melibatkan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) atau kontraktor lokal.
“Langkah ini berpotensi melampaui kewenangan dan secara fundamental mengabaikan prinsip pemberdayaan ekonomi masyarakat Konawe Utara,” tegasnya.
Menurutnya, kebijakan yang diambil manajemen di tingkat daerah seolah sengaja mempersempit ruang gerak bagi para pelaku ekonomi lokal untuk berkembang di wilayah mereka sendiri. “Pertanyaan kami sederhana: Apakah kebijakan yang dijalankan ini masih berpihak pada rakyat atau justru lebih dekat dengan kepentingan kapitalistik perusahaan?” tanya Rendy.
Sebagai bentuk tekanan publik, Gerakan Solidaritas Mahasiswa Sultra merumuskan lima tuntutan utama yang ditujukan kepada PT Antam dan pemangku kepentingan, termasuk Badan Pengelola (BP) BUMN:
Menghentikan dan Mengevaluasi praktik penambangan langsung di Blok Mandiodo yang tidak melibatkan pelaku usaha lokal.
Mendesak BP BUMN untuk mencopot General Manager PT Antam UBPN Konawe Utara dari jabatannya.
Meminta Dilakukan Evaluasi Menyeluruh terhadap seluruh kebijakan manajemen yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip pemberdayaan masyarakat.
Mendorong perusahaan untuk membuka ruang dialog publik secara reguler dan transparan.
Menekankan agar pengelolaan tambang dilaksanakan sesuai amanat konstitusi: sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Rendy Salim menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal situasi di Konawe Utara. Ia memberikan peringatan bahwa jika aspirasi publik ini tidak direspon secara serius dengan kebijakan korektif, mahasiswa akan menyiapkan “gebrakan besar berikutnya” dalam koridor gerakan yang konstitusional.
“Kami masih menunggu keseriusan Antam untuk berbenah,” pungkasnya.
Laporan : Redaksi








