Berkabar.co – Asera – Konawe Utara. Pembangunan rumah ibadah bukan hanya proyek fisik — ia adalah amanah spiritual dan sosial yang melekat pada nurani umat. Setiap rupiah yang dialokasikan dari uang rakyat untuk pembangunan masjid sejatinya adalah titipan kepercayaan publik dan tanggung jawab moral pemerintah terhadap Tuhan dan masyarakat. Karena itu, ketika ada dana hibah pembangunan masjid bernilai sekitar tiga ratus juta rupiah yang hingga kini hanya meninggalkan tiang-tiang tanpa dinding, maka pertanyaan publik bukan lagi sekadar tentang “anggaran”, tetapi tentang integritas dan tanggung jawab.
Sebagai tokoh pemuda sekaligus warga Kecamatan Asera, saya memandang bahwa persoalan ini bukan sekadar soal teknis pembangunan, tetapi soal kepatuhan terhadap hukum dan nurani pemerintahan yang bersih. Hibah dari APBD — terlebih hibah keagamaan — tidak boleh digunakan untuk kepentingan di luar peruntukan yang ditetapkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Ketentuan ini telah diatur jelas dalam Permendagri Nomor 99 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Di dalamnya, ditegaskan bahwa setiap hibah harus memiliki tujuan spesifik dan tidak boleh dialihkan tanpa persetujuan resmi pemerintah daerah dan perubahan dokumen hukum.
Artinya, apabila dana hibah tersebut benar telah dicairkan, namun hasil fisiknya tidak tampak sebagaimana mestinya, maka pertanggungjawaban hukum dan moral harus ditegakkan. Tidak ada ruang untuk alibi bahwa dana digunakan untuk hal lain, karena dana hibah untuk pembangunan masjid bersifat khusus (earmarked) — tidak bisa digeser, dialihkan, atau digunakan untuk kepentingan administratif kecamatan, kegiatan sosial, ataupun kebutuhan pribadi siapa pun. Setiap sen dari dana itu terikat pada niat suci umat yang ingin melihat rumah ibadah berdiri kokoh, bukan sekadar tiang-tiang sunyi di tengah tanah kosong.
Sebagai seorang warga, saya tidak sedang menuduh siapa pun secara pribadi. Tetapi saya menuntut transparansi dan akuntabilitas yang bisa diuji oleh hukum dan nurani. Rakyat Asera berhak tahu :
* Apakah dana hibah sebesar itu benar telah disalurkan sepenuhnya?
* Siapa yang menjadi penerima hibah resmi sesuai NPHD?
* Di mana laporan pertanggungjawaban keuangan dan fisiknya?
* Dan mengapa hingga kini pembangunan masjid belum berjalan sebagaimana mestinya?
Pertanyaan-pertanyaan itu bukan bentuk permusuhan, tetapi manifestasi cinta terhadap pemerintahan yang bersih dan adil. Sebab, di balik setiap masjid yang terbengkalai, tersimpan kekecewaan umat terhadap mereka yang seharusnya mengabdi dengan tulus.
Saya mengingatkan bahwa dalam kerangka hukum nasional, penyalahgunaan dana hibah publik bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menegaskan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan keuangan negara, dapat dipidana.”
Namun saya juga ingin menegaskan: kita tidak menghendaki persekusi, tapi penegakan hukum yang adil dan bermartabat. Oleh karena itu, langkah yang harus segera dilakukan bukan sekadar membicarakan isu ini di warung kopi, tapi:
1. Audit terbuka oleh Inspektorat Daerah terhadap seluruh proses hibah masjid.
2. Publikasi NPHD, SP2D, dan laporan keuangan hibah agar publik tahu kemana dana itu mengalir.
3. Pendampingan hukum bagi panitia masjid agar tidak dijadikan tameng oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
4. Tindakan tegas aparat penegak hukum bila ditemukan bukti kuat penyalahgunaan.
Karena yang kita perjuangkan bukan sekadar bangunan masjid — tetapi marwah amanah publik. Jangan biarkan rumah Allah menjadi saksi bisu ketidakjujuran manusia. Jangan biarkan rakyat kehilangan kepercayaannya terhadap pemerintah hanya karena segelintir pejabat yang bermain dengan dana suci.
Bagi saya, hukum yang sejati bukan hanya deretan pasal yang dikuasai oleh mereka yang bergelar sarjana hukum. Hukum sejati adalah cermin moral publik: bahwa kekuasaan harus tunduk pada nilai keadilan, bukan keangkuhan akademik.
Maka kepada siapa pun yang merasa paling paham hukum, saya ingin mengingatkan: paham hukum tanpa paham nurani hanyalah kecerdasan yang kehilangan arah.
Sebagai anak muda Konawe Utara, saya hanya menuntut satu hal sederhana :
Kembalikan kesucian amanah publik ke tempatnya. Bangunlah masjid itu sebagaimana niat awalnya, agar tiang-tiang yang kini berdiri sunyi dapat menjadi saksi kebangkitan integritas di Asera.
Laporan : Redaksi





