Berkabar.co – Konawe Utara. (31 Juli 2025). Suara perlawanan dari tanah Konawe Utara kembali menggema. Hendrik, seorang aktivis yang pernah dipenjara karena menyuarakan hak-hak rakyat atas tanah mereka, kini dengan lantang menuntut negara untuk menegakkan keadilan ekonomi melalui implementasi penuh Undang-Undang Minerba No. 2 Tahun 2025, khususnya Pasal 151, yang mempertegas sanksi administratif bagi perusahaan tambang yang mengabaikan amanat pemberdayaan lokal.
“Sudah terlalu lama rakyat ditipu atas nama pembangunan. Hari ini, tidak ada lagi ruang abu-abu. Negara sudah memberi aturan tegas — tinggal kita mau tunduk pada hukum atau tunduk pada kekuasaan modal,” tegas Hendrik dalam orasinya di depan masyarakat Konut.
Pasal 151 UU No. 2 Tahun 2025: Senjata Baru Rakyat
Pasal 151 Undang-Undang No. 2 Tahun 2025 menyebutkan bahwa:
“Setiap pemegang IUP atau IUPK yang tidak melaksanakan kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal, barang dan jasa lokal, serta pemberdayaan pengusaha lokal, dikenai sanksi administratif bertingkat mulai dari teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin usaha pertambangan.”
Bagi Hendrik, pasal ini adalah senjata konstitusional rakyat yang selama ini dinanti. Ia menegaskan bahwa pasal ini tidak boleh menjadi pajangan hukum, melainkan harus diterapkan tanpa kompromi terhadap setiap perusahaan yang telah lama meminggirkan pelaku UMKM dan pengusaha lokal di Konawe Utara.
Perjuangan Tak Kenal Takut: Dari Penjara ke Medan Juang
Hendrik bukan aktivis biasa. Ia pernah dikriminalisasi dan dijebloskan ke penjara selama dua tahun hanya karena berani bersuara membela rakyat. Namun justru dari balik jeruji itulah tekadnya ditempa.
“Saya sudah pernah dikurung karena membela rakyat. Hari ini pun saya tahu risikonya. Bisa saja saya dikriminalisasi lagi. Tapi saya tidak akan diam. Saya tidak gentar,” tegasnya.
Baginya, membela hak hidup rakyat bukan pilihan, melainkan kewajiban. Ia tidak ingin melihat tanah kelahirannya hanya menjadi ladang eksploitasi korporasi yang rakus, sementara rakyat asli hidup dalam kemiskinan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
UU Jelas, Hukum Tegas, Tapi Kenapa Rakyat Masih Tersingkir?
Hendrik menyoroti pelanggaran nyata terhadap Pasal 124 UU No. 3 Tahun 2020:
“Pemegang IUP atau IUPK wajib menggunakan perusahaan Jasa Pertambangan lokal dan/atau nasional.”
Dengan adanya Pasal 151 UU Minerba terbaru, pelanggaran terhadap pasal-pasal di atas kini bukan hanya bisa dikritisi secara moral, tetapi dihukum secara administratif, bahkan dengan pencabutan IUP.
“Kalau negara tidak berani cabut IUP yang melanggar aturan, maka rakyat yang akan cabut kepercayaan terhadap negara,” tegas Hendrik.
Desakan Konkrit: Audit, Sanksi, dan Afirmasi untuk Rakyat
Hendrik mendesak:
1. Audit menyeluruh atas semua perusahaan tambang terkait kewajiban pemberdayaan lokal.
2. Pemberian sanksi nyata, sesuai Pasal 151, hingga pencabutan IUP bagi pelanggar.
3. Pembentukan Pansus DPRD Konawe Utara khusus untuk pemberdayaan ekonomi lokal.
4. Prioritas bagi UMKM dan kontraktor lokal dalam setiap aktivitas pertambangan.
5. Pendirian BUMD Khusus Tambang sebagai pelindung ekonomi rakyat daerah.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Tambang Siap Bergerak
Tak hanya menuntut, Hendrik juga membangun jalan perjuangan. Ia menyatakan akan segera menginisiasi Koalisi Rakyat Konawe Utara untuk Keadilan Tambang, yang akan fokus pada:
• Memonitor pelaksanaan kewajiban perusahaan tambang.
• Advokasi bagi pelaku UMKM yang diabaikan atau dirugikan.
• Tekanan politik dan hukum untuk penerapan Pasal 151 secara menyeluruh.
“Kita tidak butuh belas kasihan. Kita butuh keadilan. Dan keadilan ekonomi bukanlah impian. Ia harus ditegakkan dengan keberanian dan kesetiaan pada konstitusi. Kalau itu berarti saya harus dipenjara lagi, saya siap. Tapi jangan pernah harap saya akan diam.” Hendrik
Kini, rakyat Konawe Utara tidak hanya memiliki suara. Mereka punya aturan hukum yang kuat dan pemimpin yang berani menyuarakannya. Pertanyaannya: apakah negara siap berpihak? Atau kembali memilih berpaling?
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dan akses informasi bagi publik terkait realisasi program pemberdayaan oleh perusahaan tambang.
“Rakyat berhak tahu berapa persen anggaran yang dialokasikan untuk UMKM lokal, berapa banyak tenaga kerja lokal yang diserap, dan siapa saja pengusaha lokal yang diberdayakan,” tandasnya.
Hendrik juga mengajak seluruh elemen masyarakat Konawe Utara, mulai dari tokoh adat, agama, pemuda, hingga ibu-ibu, untuk bersatu padu memperjuangkan hak-hak ekonomi mereka.
“Ini bukan hanya perjuangan saya, ini perjuangan kita semua. Mari kita kawal bersama implementasi UU Minerba ini agar kekayaan alam Konawe Utara benar-benar bermanfaat bagi kesejahteraan rakyatnya,” serunya.
Ia optimis, dengan persatuan dan kegigihan, keadilan ekonomi bagi rakyat Konawe Utara pasti terwujud.
“Kita tidak boleh menyerah. Perjuangan ini harus terus berlanjut hingga anak cucu kita dapat menikmati hasil bumi Konawe Utara dengan adil dan sejahtera,” pungkas Hendrik.
Laporan : Redaksi