BKSDA Sultra Rilis 13 IUP Tanpa Izin Lintas Konservasi TWAL, Salah Satunya Milik Politisi Golkar Herry Asiku

oleh -246 Dilihat
Ketgam : Herry Asiku, Seorang pengusaha dan juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sultra dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar).

Berkabar.co – Sulawesi Tenggara. Ketidakpatuhan sejumlah perusahaan tambang ore nikel di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali menjadi sorotan, usai munculnya daftar 13 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak memiliki izin lintas konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL).

PT Sinar Jaya Sultra Utama (SJSU), merupakan salah satu IUP yang tercatat dalam daftar 13 IUP yang tak mengantongi izin lintas konservasi TWAL dalam melaksanakan aktivitas penambangannya

Diketahui, PT SJSU merupakan milik Herry Asiku, seorang pengusaha dan juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sultra dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar).

Dalam laman situs Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), jajaran direksi perusahaan ini dinahkodai Herry Asiku selaku Komisaris dan Indra Hadiwinanto sebagai Direktur Utama, yang tak lain adalah anak Herry Asiku.

Tambang yang memiliki tahapan kegiatan Operasi Produksi (OP) ini memiliki luasan 301,00 hektare (Ha) dengan masa berlaku sejak tanggal 30-03-2012 dan berakhir pada 30-03-2032.

Sebelumnya, Balai Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra merilis 13 perusahaan yang belum mengantongi izin lintas konservasi TWAL, satu diantaranya PT SJSU.

“Ada 13 perusahaan (IUP) yang belum melakukan perjanjian kerja sama terkait izin lintas konservasi TWAL,” ungkap Kepala BKSDA Sultra, Sukrianto Djawie.(24/7/2025)

BACA JUGA:  Penetapan Gubernur Sultra Tuai Kontroversi, Nama Lembaga Adat Tolaki Tak Ada di Lampiran Undangan?

Sukrianto menyatakan kekecewaannya karena surat peringatan yang telah dilayangkan kepada 13 perusahaan tersebut, termasuk PT SJSU, belum mendapat respons sama sekali.

Kita juga sudah bersurat ke 13 perusahaan itu tapi belum ada respon sama sekali,” katanya.

Ditanya sanksi yang akan diberikan, pihaknya belum memberikan sanksi lantaran BKSDA Sultra masih mengedepankan upaya persuasif agar 13 perusahaan tersebut dapat memiliki izin lintas konservasi TWAL ini.

Akan tetapi, jika upaya persuasif juga belum menemui titik terang, maka BKSDA Sultra akan mengambil langkah tegas dengan mengadukan hal ini kepada Direktorat Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI).

“Untuk sanksi, selama ini belum kita berikan karena kita masih persuasif. Kita akan bersurat ke Ditjen LHK kita mau koordinasikan dengan Gakkum,” jelasnya.

Ia menambahkan, izin lintas konservasi TWAL merupakan salah satu persyaratan penting yang harus dipenuhi oleh perusahaan pertambangan untuk memastikan bahwa operasi mereka tidak merusak lingkungan dan saluran air.

Ketiadaan izin ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap regulasi yang ditetapkan pemerintah, serta potensi dampak negatif terhadap ekosistem dan masyarakat sekitar.

BACA JUGA:  Kualitas Pelayanan Publik Terbaik, Pemkab Konut Terima Penghargaan Ombudsman RI

Komisaris PT SJSU, Herry Asiku yang dihubungi awak media ini, baik melalui telepon maupun pesan whatsapp belum merespons mengenai pertanyaan yang diajukan media ini.

Sementara itu, Ketua Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konut, Jefri mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi ini. Ia menilai bahwa pengabaian izin lintas konservasi TWAL tidak hanya merugikan pemerintah, tetapi juga dapat berdampak pada kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam di sekitarnya. Terlebih lagi, dampak lingkungan yang ditimbulkan dapat menjadi ancaman jangka panjang terhadap keberadaan flora dan fauna di daerah yang terkena dampak.

“Jika melihat kondisi ini, ya kami sebagai masyarakat yang tinggal dan menetap di daerah ini akan mewarisi daripada kerusakan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan yang tidak patuh dengan aturan,” keluhnya.

Olehnya itu, Ia berharap perusahaan yang merasa belum punya izin lintas konservasi TWAL, sekiranya segera melengkapi apa yang menjadi syarat dalam melakukan aktivitas penambangan.

“Kalau masih abai, mending dihentikan aktivitas penambangan mereka, toh juga para pengusaha ini tidak taat dan patuh akan perintah pemerintah,” tukasnya. (**)

 

Laporan : Redaksi